TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI



TATARAN LINGUISTIK (2):
MORFOLOGI
Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
A.    Morfem
1.    Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong  ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfemdapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfembebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfemterikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat  mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.
2.      Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-.Atau bias dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya  konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut  disebut alomorf.
3.      Klasifikasi Morfem
a.    Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat.. Dengan kata lain morfen bebas adalah morfen yang tanpa kehadiran morfen lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, bagus, buku, saya dan sebagainya termasuk morfem bebas karena kita dapat menggunakannya tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Menurut Santoso(2004), morfem bebas adalah  morfem yang mempunyai potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan demikian,  morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri ;seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata. Tetapiingat, konsep kata  tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas,  morfem dasar dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.
Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb. Berkenaan dengan morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
*      Bentuk seperti juang, henti, gaul dan baur termasuk morfem terikat karena tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi.bentuk ini lazim disebut bentuk prakategorial (Verhaar 1978)
*      Bentuk seperti baca, tulis dan tendang termasuk bentuk prakategorial karena bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan setelah mengalami proses morfologi.
*      Bentuk renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hany muncul dalam kering kerontang) dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat yang di sebut morfem unik.
*      Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara sintaksis termasuk morfem terikat.
*      Klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya. Kemunculan dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat di pisahkan. Menurut posisinya klitika dapat dibedakan atas proklitika yaitu klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa. Dan enklitika yaitu klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati seperi –lah, -nya, dan –ku pada konstruksi nasibku.
MenurutSamsuri(1994), morfemterikattidakpernahdidalambahasayangwajardiucapkantersendiri. Morfem-morfemini,  selaincontohyang telahdiuraikanpadabagianawal, umpanya: ter-,  per-, -i,-an.Disampingituadajugabentuk-bentuksepertijuang, -gurau, -tawa, yang  tidakpernahjugadiucapkantersendiri, melainkanselaludengansalahsatuimbuhanataulebih. Tetapisebagaimorfemterikat yang berbedadenganimbuhan, bisamengadakanbentukanataukonstruksidenganmorfemterikatyanglain.

Morfemterikatdalambahasa
IndonesiamenurutSantoso(2004)adaduamacam,yaknimorfemterikatmorfologisdanmorfemterikatsintaksis.Morfemterikatmorfologisyaknimorfemyang terikatpadasebuahmorfemdasar,adalahsebagaiberikut:
a.    prefiks(awalan):per-,me-,ter-,di-,ber-danlain-lain
b.    infiks(sisipan):-el-,-em,-er-
c.    sufiks(akhiran):-an,kan,-i
d.   konfiks (imbuhan gabungan senyawa) mempunyai fungsi macam- macamsebagaiberikut.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatakerja,yaitu:me-,ber-, per-,-kan,-i,danber-an.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatabenda,yaitu:pe-,ke-,
*  -an,ke-an,per-an,-man,-wan,-wati.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatasifat:ter-,-i,-wi,-iah.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatabilangan:ke-,se-.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatatugas:se-,danse-nya. Dari contoh di atas menunjukkan bahwa setiap kata berimbuhan akan



b.    Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem  yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:
1.                  bapak wartawan               bapak//wartawan
2.                  ibu guru                               ibu//guru
c.    Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
d.   Morfem Utuh dan Morfem Terbelah/Terbagi
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
e.      Morfem Monofonemis  dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
f.     Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif, Morfem Beralomorf  Zero
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. Kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu: mengaji, childhood, berbaju dan houses.
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
Morfem beralomorf zero atau nol yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.
           
B.     Kata
1. Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf  atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna. (Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini:


*      Mobil
*      Rumah
*      Sepeda
*      Ambil
*      Dingin
*      Kuliah.


Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.
2. Klasifikasi kata
a.       Kata Benda atau Nomina
Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan. Terdiri dari kata benda konkret kata benda abstrak. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk dalam kategori kata benda atau tidak, kita menggunakan dua prosedur:
v  Bentuk
Segala kata yang mengandung morfem terikat ( imbuhan ) : ke-an, pe-an, ke-, dicalonkan sebagai kata benda. Contoh: perumahan, kecantikan, pelari, kehendak dan lain-lain.
v  Kelompok Kata
Kedua macam kata benda itu (baik yang berimbuhan maupun yang tidak berimbuhan) dapat mengandung suatu ciri struktural yang sama yaitu dapat diperluas dengan yang + Kata Sifat Contoh: perumahan yang baru, pelari yang cepat, meja yang bagus dan pohon yang tua.

b.      Kata Kerja atau Verba
Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau perilaku. Berdasarkan pelengkapnya, kata kerja terbagi atas kata kerja transitif yaitu kata kerja yang menghendaki adanya suatu pelengkap. Contoh: memukul, menangkap, melihat dan sebagainya. Dan kata kerja intransitif yaitu kata kerja yang tidak memerlukan pelengkap. Contoh: menangis, meninggal, berjalan dan sebagainya. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk kata benda atau tidak, dengan cara mengikuti kedua prosedur di atas:
v  Bentuk
Segala kata yang berimbuhan: me-, ber-, -kan, di-, -i dapat dicalonkan menjadi kata kerja.
v  Kelompok Kata
Segala macam kata tersebut di atas dalam segi kelompok kata mempunyai kesamaan struktur yaitu dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + Kata Sifat.
Contoh:
Ia berbicara dengan keras
Anak itu menari dengan gemulai

c.       Kata Sifat atau Adjektifa
Menurut Aristoteles, kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau hal keadaan sari sesuatu benda, misal tinggi, rendah, lama, baru dan sebagainya. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk kata benda atau tidak, dengan cara mengikuti kedua prosedur di atas:
v  Bentuk
Dari segi bentuk segala kata sifat dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentuk: se + reduplikasi kata dasar + nya. Contoh: se-tinggi-tinggi-nya dan se-baik-baik-nya
v  Kelompok Kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata sifat dapat diterangkan olek kata-kata: paling, lebih, sekali. Contoh: paling besar, lebih besar, besar sekali dan paling baik, lebih baik, baik sekali

d.      Kata Ganti atau Pronomina
Yang termasuk jenis kata ini adalah segala kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Kata ganti menurut sifat dan fungsinya dapat dibedakan atas:
*      Kata ganti orang (pronomina personalia),
*      Kata ganti empunya (pronomina possessiva) yaitu segala kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka.
*      Kata ganti penunjuk (pronomina demonstrativa) yaitu kata yang menunjuk di mana terdapat sesuatu benda.
*      Kata ganti penghubung (pronomina relativa) yaitu kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat.
*      Kata ganti penanya (pronomina innterrogativa) yaitu kata yang menanyakan tentang benda, orang atau suatu keadaan.
*      Kata ganti tak tentu (pronomina indeterminativa) yaitu kata yang menggantikan atau menunjukkan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Contoh: masing-masing, siapa-siapa, seseorang ,sesuatu, para dsb

e.       Kata Keterangan atau Adverbia
Kata keterangan adalah suatu kata atau kelompok kata yang menduduki suatu fungsi tertentu, yaitu fungsi untuk menerangkan kata kerja, kata sifat, kata keterangan yang masing-masingnya menduduki pula suatu jabatan atau fungsi dalam kalimat.
*      Kata keterangan kualitatif yaitu kata keterangan yang menerangkan atau menjelaskan suasana atau situasi dari suatu perbuatan. Biasanya dinyatakan dengan mempergunakan kata depan dengan + kata sifat. Contoh: ia berjalan perlahan-lahan.
*      Kata keterangan waktu yaitu kata keterangan yang menunjukkan atau menjelaskan berlangsungnya suatu peristiwa dalam suatu biadang waktu: sekarang, nanti, kemarin, kemudian, sesudah itu, lusa, sebelum, minggu depan, bulan depan, dan lain-lain.
*      Kata keterangan tempat. Kata ini memberi penjelasan atas berlangsungnya suatu peristiwa atau perbuatan dalam suatu ruang, seperti:di sini, di situ, di sana, ke mari,ke sana, di rumah, di bandung, dari Jakarta dan sebagainya.
*      Kata keterangan kecaraan yaitu kata-kata yang menjelaskan suatu peristiwa karena tanggapan si pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut. Contoh: memang, niscaya, pasti, sungguh, tentu, tidak, bukanya, bukan, baik, mari, hendaknya, kiranya, jangan, masakan, mustahil, mana boleh dsb
*      Keterangan aspek menjelaskan berlangsungnya suatu peristiwa secara objektif, bahwa suatu peristiwa terjadi dengan sendirinya tanpa suatu pengaruh atau pandangan dari pembicara.
*      Kata keterangan derajat yaitu keterangan yang menjelaskan derajat berlangsungnya suatu peristiwa atau jumlah dan banyaknya suatu tindakan dikerjakan: amat hampir, kira-kira, sedikit, cukup, hanya, satu kali, dua kali, dan seterusnya.
*      Kata keterangan alat yaitu keterangan yang menjelaskan dengan alat manakah suatu prose situ berlangsung. Keterangan semacam ini biasanya dinyatakan oleh kata dengan +kata benda. Contoh : ia memukul anjing itu dengan tongkat.
*      Keterangan kesertaan yaitu  keterangan yang menyatakan pengikut-sertaan seseorang dalan suatu perbuataan atau tindakan. Contoh: Saya pergi ke pasar bersama ibu.
*      Keterangan syarat yaitu keterangan yang menerangkan terjadinya suatu proses di bawah syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhinya: jikalau, seandainya, jika, dan sebagainya.
*      Keterangan  perlawanan  yaitu keterangan yang membantah sesuatu peristiwa yang telah diperkatakan terlebih dahulu. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata: meskipun, sungguhpun, biarpun, biar, meski, jika.
*      Keterangan sebab yaitu keterangan yang memberi keterangan mengapa sesuatu peristiwa telah berlangsung. Kata-kata yang menunjukkan keterangan sebab adalah: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab, oleh karena itu, oleh karenanya, dan sebagainya.
*      Keterangan akibat yaitu  keterangan yang menjelaskan akibat yang terjadi karena suatu peristiwa atau perbuatan. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata : sehingga ,oeh karena itu, oleh sebab itu, dan lain sebagainya.
*      Keterangan tujuan adalah keterangan yang menerangkan hasil atau tujuan dari Sesuatu proses.  Kata-kata yang menyatakan keterangan tujuan adalah: supaya, agar, agar supaya, hendak, untuk, guna, buat.
*      Keterangan perbandingan adalah keterangan yang menjelaskan sesuatu perbuatan dengan mengadakan perbandingan keadaan suatu proses denagn proses yang lain, suatu keadaan denagn keadaan yang lain: kata-kata yang di pakai untuk menyatakan perbandingan itu adalah: sebagai, seperti, seakan-akan, laksana, umpama, bagaimana.
*      Keterangan perwatasan adalah keterangan yang memberi penjelasan dalam hal-hal mana saja suatu proses berlangsung, dan yang mana tidak: kecuali, hanya.

f.       Kata Bilangan atau Numeralia
Kata bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda. Menurut sifatnya kata bilangan dapat dibagi atas:
*      Kata bilangan utama (numeralia cardinalia):satu, dua, tiga, empat, seratus, seribu,dan sebagainya.
*      Kata bilangan tingkat (numeralia ordinalia):pertama, kedua, ketiga, kelima, kesepuluh, keseratus, dan sebagainya.
*      Kata bilangan tak tentu:beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya
*      Kata bilangan kumpulan:kedua, kesepuluh, dan sebagainya.

g.       Kata Sambung atau Conjunctio
Kata sambung adalah kata yang menghubungkan kata-kata. Bagian-bagian kalimat atau menghubungkan kalimat-kalimat itu dapat berlangsung dengan berbagai cara:
*      Menyatakan gabungan: dan, lagi pula, serta.
*      Menyatakan pertentangan: tetapi, akan tetapi, melainkan.
*      Menyatakan waktu: apabila, ketika, bila, bilamana, demi, sambil, sebelum, sedang, sejak, selama, semenjak, sementara, seraya, setelah, sesudah, tatkala, waktu.
*      Menyatakan tujuan: supaya, agar supaya dan lain-lain.
*      Menyatakan sebab: sebab, karena, karena itu, sebab itu.
*      Menyatakan akibat: sehingga, sampai.
*      Menyatakan syarat: jika, andaikan, asal, asalkan, jikalau, sekiranya, seandainya.

h.      Kata Depan (Prepositio)
Kata depan menurut definisi tradisional, adalah kata yang merangkaikan kata – kata atau bagian kalimat. Kata - kata depan yang terpenting dalam bahasa Indonesia adalah :
o  di, ke, dari : Ketiga macam kata depan ini dipergunakan untuk merangkaikan kata – kata yang menyatakan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat seperti di Jakarta, di rumah, ke rumah, dari sawah, dari sekolah, dan lain - lain.
o  Bagi kata – kata yang menyatakan orang, nama orang atau nama binatang, nama waktu atau kiasan dipergunkan kata pada untuk menggantikan di, atau kata – kata depan lain digabungkan dengan pada misanya: daripada, kepada.
o  Selain dari pada itu ada kata – kata depan yang lain, baik berupa gabungan maupun tunggal seperti: di mana, di sini, di situ, akan,oleh, dalam, atas, demi, guna, buat, berkat, terhadap, antara, tentang, hingga, dan lain – lain.
o  Di samping itu ada beberapa kata kerja yang dipakai pula sebagai kata depan, yaitu : menurut, menghadap, mendapatkan, melalui, menuju,    menjelang, sampai.

i.        Kata Sandang atau Articula
Kata sandang itu tidak mengandung suatu arti tetapi mempunyai fungsi. Fungsi kata sandang adalah sebgai penentu  yaitu menentukan kata benda seperti yangbesar, yang jangkung, dan lain – lain. Kata – kata sandang yang umum dalam bahasa Indonesia adalah: yang, itu, nya, si, sang, hang, dang. Kata – kata sang, hang, dang banyak ditemui dalam kesusastraan lama, sekarang kurang digunakan lagi, kecuali sang, yang kadang – kadang digunakan untuk mengagungkan dan terkadang untuk menyatakan ejekan atau ironi.

j.        Kata Seru atau Interjectio
Kata seru dianggap sebagai kata paling tua dalam kehidupan bahasa. Dari awal mula perkembangan umat manusia sedikit demi sedikit diciptakan sistim – sistim bunyi untuk komunikasi antar anggota masyarakat. Dan bentuk yang paling tua diciptakan untuk mengadakan hubungan atau komunikasi itu adalah kata seru.

k.      Kata Berimbuhan
Dalam bahasa Indonesia imbuhan merupakan unsur  yang penting karena imbuhan dapat mengakibatkan perubahan jenis kata, bentuk kata, dan makna kata.
M.  Kata Ulang
Kata ulang yaitu kata dasar yang diulang. Dalam hal ini yang diulang bukan morfem melainkan kata.kita bisa melihat contoh berikut : sepeda-sepeda , berasal dari satu kata sepeda. Sebaliknya, kata kupu-kupu bukanlah kata ulang karena dalam bahasa Indonesia tiak dikenal kupu. Oleh karena itu, bentuk tersebut bukan merupakan kata ulang.

l.        Kata majemuk
Kata majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua kata yang berhubungan secara padu dan hasil penggabungan itu menimbulkan makna baru.  Kata majemuk memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
Ø  Gabungan kata  itu menimbulkn makna baru
Ø  Gabungan  kata  itu tidk dapat dipisahkan
Ø  Gabungan kata itu tidak dapat disisipi unsur lain
Ø  Tidak dapat diganti salah satu unsurnya
Ø  Tidak dapat dipertukarkan etak unsur-unsurnya
3. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini:
*     Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa Arab, bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
*     Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
C.    Proses Morfemis
Proses morfemis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem  yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfemis ini terdapat tiga proses yaitu: afiksasi, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan (komposisi).
1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur:
*      Dasar atau bentuk dasar
*      Afiks
*      Makna gramatikal yang dihasilkan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
*      Berbaju
*      Menemukan
*      Ditemukan
*      Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya ada dua jenis afiks yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Afiks inflekif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
Dalam bahasa Indonesia, gejala reduplikasi dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
*    Dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal. Contoh: lelaki, tetamu, sesama, dan pepatah.
*    Dwilingga adalah pengulangan leksem secara utuh. Contoh: rumah-rumah, ibu-ibu dan pagi-pagi.
*    Dwilingga salin suara adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem. Contoh: mondar-mandir, pontang-panting dan bolak-balik.
*    Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem. Contoh: pertama-tama, sekali-kali dan perlahan-lahan.
*    Trilingga merupakan pengulangan onomatope dengan tiga kali variasi fonem. Contoh: cas-cis-cus dan dag-dig-dug.
Khusus mengenai reduplikasi ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan, yakni:
a)      Bentuk dasar reduplikasi dapat berupa morfem dasar seperti meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan-pembangunan, dan bisa juga bentuk gabungan kata seperti surat-surat kabar atau surat kabar – surat kabar.
b)      Bentuk reduplikasi disertai afiks prosesnya mungkin (a) proses reduplikasi dan afiksasi bersamaan seperti berton-ton, (b) proses reduplikasi terlebih dahulu baru disusul proses afiksasi seperti mengingat-ingat, (c) proses afiksasi terjadi terlebih dahulu baru proses reduplikasi seperti kesatuan-kesatuan.
c)      Pada dasar yang berupa gabungan kata proses reduplikasi bisa berupa reduplikasi penuh dan reduplikasi parsial.
d)     Redupliasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional, seperti kita-kita, kamu-kamu, di-dia dsb
e)      Reduplikasi semantis, yaitu dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal seperti ilmu pengetahuan, hancur luluh dan alim ulama.
3. Penggabungan atau Pemajemukan (komposisi)
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga membentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas legsikal yang berbeda atau yang baru. Komposisi dartikan juga sebagai proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).Contoh:Sapu tangan, Rumah sakit, malaikatmaut dsb
`Kita dapat mengatakan bahwa pemajemukan membentuk kata-kata dan  bukan hanya frasa-frasa sintaksis yang disebabkan oleh perbedaan di antara tekanan pola dalam kata-kata dan frasa. Pemajemukan yang memiliki kata-kata dalam golongan yang sama sebagai frasa mempunyai tekanan utama hanya pada kata pertama, sedangkan kata-kata perseorangan dalam frasa mempunyai penekanan utama sendiri-sendiri. Contoh: (tekanan utama dilambangkan dengan ´)
Kata majemuk             frasa
bláckbird                    bláck bírd
mákeup                       máke úp
Kata-kata majemuk lain bisa juga untuk menekankan pola, tetapi hanya jika mereka tidak mampu menjadi frasa. Pola ini juga hanya menekankan pada kata pertama saja seperti kata majemuk lainnya. Perbedaan-perbedaan ini sering terjadi, tetapi tidak selalu. Hal ini sering direfleksikan dalam penulisan umum seperti menulis sebuah kata majemuk sebagai satu kata atau menggunakan tanda-tanda penghubung untuk menyambung kata-katanya. Contoh:
eásy-góing                   eásy-going
mán-máde                   mán-made
hómemáde                   homemade
4. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu  sendiri.Di samping menambahkan imbuhan pada sebuah morfem (afiksasi) atau mengulang seluruh atau sebagian morfem (reduplikasi) untuk membedakan analisis proses morfologi, ada juga proses morfologis yang disebut modifikasi internal morfem. Berikut adalah beberapa contoh dalam bahasa Inggris:
*      Meskipun pola biasa dari bentuk jamak ditambahkan pada morfem infleksi, beberapa kata dalam bahasa Inggris membuat  sebuah modifikasi internal, misalnya man tetapi men, woman tetapi women, goose tetapi geese dan lain-lain.
*      Pola biasa dari past tense dan past participle adalah ditambahkannya sebuah imbuhan, tetapi beberapa verba juga menunjukkan perubahan internal, seperti:
break, broke, broken
bite, bit, bitten
ring, rang, rung
sing, sang, sung.
*      beberapa  kelas kata hanya bisa berubah dengan menggunakan modifikasi internal, seperti:
strife, strive
teeth, teethe
breath, breathe
life, live (V)
life, live (adj).
5. Suplisi
`Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.Situasi ini muncul karena ada dua kata berbeda yang ditafsirkan memiliki arti yang sama diinterpretasikan sebagai kata yang sama. Sebagai contoh dalam bahasa Inggris akhiran verba beraturan bentuk past tense dibentuk dengan menambahkan /-† /, /-d /, or /-əd /. Kebanyakan kata-kata dalam bahasa Inggris, begitu juga kata-kata susunan baru dalam bahasa Inggris seperti scroosh atau blat akan mempunyai format past tense ini.
walk                /wak/                           walked             /wak†/
scroosh           /skruš/                         scrooshed        /skruš†/
Ada juga beberapa kelas kata umum dalam bahasa Inggris bentuk past tense yang berubah huruf vokalnya, misalnya:
sing                  /sґŋ/                             sang                 /sæŋ/
run                   /r^n/                             ran                   /ræŋ/
Bahasa Arab klasik memberikan contoh lain. Bentuk jamak yang normal untuk kata benda diakhiri dengan /-a†/ dengan memperpanjang bunyi hurufnya. Contoh:
/dira:sa†/          ‘(a) study’       /dira:sa:†/         ‘studies’
/haraka†/          ‘movement’     /haraka:†/         ‘movements’

6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah.Contoh: read- read-read
7. Konversi
konversi sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi yaitu proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Kata free dalam kalimat the old free fell adalah sebuah nomina, tetapi dalam the dogs will free the coon adalah bentuk verba yang persis sama dengan bentuk nominanya.
8. Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat. Tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Seperti lab (untuk laboratorium), hlm (untuk halaman), hankam (untuk pertahanan dan keamanan) dan SD (untuk Sekolah Dasar)
Proses morfemis menurut Verhaar
1.                  Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
2.                  Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.Contoh:  mengajar
3.                  Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar. Contoh: ajarkan
4.                  Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar. Contoh: gerigi
5.                  Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar. Contoh: perceraian
6.                  Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama. Contoh: mengajar – diajar
7.                  Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama. Contoh: mengajar – pengajar
8.                  Interfiks yaitu suatu jenis infiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya: interfiks –n-dan –o. Contoh: indonesia-logi → indonesianologi dan jawa-logi → jawanologi.
D.    Morfofonemik
Morfofonemik, di sebut juga morfonemik , morfofonologi,atau morfonologi, tau peristiwa perubahannya wujud morfemis dalamsuatu proses morfologis, baik afiksasi,reduplikasi, maupun komposisi.
Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapatberwujud:
(1) pemunculan fonem,
(2) pelepasan fonem,
(3) peluluhanfonem,
 (4) perubahan fonem
Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.

Contoh.
a. Fonem /N/ Morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawalan p,b,f.
                meN- + paksa ____ memaksa
                peN- + bantu ____  pembantu
b. meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ ---(t,d,s)
c. meN- dan peN- berubah menjadi fonem /meng-/ ---(k,g,h dan vokal).
d. meN- dan peN- berubah menjadi fonem /meny-/ ---(s,c,j).
 (5) pergeseran fonem.
Pergeseran perubahan fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain, biasanya ke silabel berikutnya.

Proses Fonologis
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannyan, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya.
Misalnya, fonem /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan berbunyi /o/ (bodoh, balok, kolong) dan kalau berada pasa silabel terbuka akan berbunyi /o/ (obat, orang). Perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ menjadi fonem lain. 
Dalam beberapa kasus lain, dalam bahasa-bahasa tertentu dijumpai perubahan fonem yang mengubah identitas fonem itu menjadi fonem yang lain. (Chaer, 2007: 132)
Perubahan fonem pada contoh di atas merupakan proses fonologis atau proses morfofonemik. Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi. Proses fonologis dapat berwujud: (1) asimilasi, (2) netralisasi, (3) diftongisasi, (4) monoftongisasi, (5) epentesis, (6) metatesis, (7) pemunculan fonem, (8) pelesapan fonem, (9) peluluhan, (10) perubahan fonem, dan (11) pergeseran fonem.

1. Asimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, kata Sabtu biasa diucapkan [saptu], di mana bunyi /b/ berubah menjadi /p/ karena pengaruh bunyi /t/.

2. Netralisasi
Dalam bahasa Belanda kata hard dilafalkan [hart]. Dalam bahasa Belanda adanya bunyi /t/ pada posisi akhir kata yang dieja hard adalah hasil netralisasi. Fonem /d/ pada kata hard yang bisa berwujud /t/ atau /d/ disebut arkifonem. Contoh lainnya, dalan bahasa Indonesia kata jawab diucapkan [jawap]; tetapi bila diberi akhiran –an bentuknya menjadi jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bisa berupa /b/ atau /p/.

3. Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba.
Kata anggota diucapkan [aŋgauta], sentosa diucapkan [səntausa]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal tunggal /o/ ke vokal rangkap /au/. Hal ini terjadi karena adanya upaya analogi penutur dalam rangka pemurnian bunyi pada kata tersebut. Bahkan, dalam penulisannya pun disesuaikan dengan ucapannya, yaitu anggauta dan sentausa. Contoh lain: teladan menjadi tauladan [tauladan] = vokal /ə/ menjadi /au/.

4. Monoftongisasi
Kebalikan dari diftongisasi adalah monoftongisasi, yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (difftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.
Kata ramai diucapkan [rame], petai diucapkan [pəte]. Perubahan ini terjadi pada bunyi vokal rangkap /ai/ ke vokal tunggal /e/. Penulisannya pun disesuaikan menjadi rame dan pete. Contoh lain: satai menjadi [sate].

5. Epentesis
Epentesis adalah proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata. Misalnya:
  • ada kapak di samping kampak
  • ada sajak di samping sanjak
  • ada upama di samping umpama
  • ada jumblah di samping jumlah
  • ada sampi di samping sapi
6. Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis ini tidak banyak. Hanya beberapa kata saja. Misalnya: selain jalur ada kata lajur, selain kolar ada koral, selain berantas ada banteras.

7. Pemunculan Fonem
Pemunculan fonem, pelesapan fonem, peluluhan, perubahan fonem, dan pergeseran fonem biasa terjadi pada proses afiksasi. Afiksasi ialah proses pembubuhan afiks pada suatu bentuk baik berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata-kata baru (Rohmadi dkk, 2009: 41)
Pemunculan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefiks me- dengan bentuk dasar baca yang menjadi membaca; di mana terlihat muncul konsonan sengau /m/. Juga dalam kata harian yang diucapkan [hariyan] di mana terlihat muncul konsonan /y/. Contoh pemunculan fonem yang lain adalah sebagai berikut.
  • /ke - an/ + /tingi/ = [kətingiyan]
  • /pe - an/ + /nanti/ = [pənantiyan]
  • /ke - an/ + /pulau/ = [kəpulauwan]
  • /me-/ + /beli/ = [məmbəli]
  • /me- / + /dapat/ = [məndapat]
8. Pelesapan Fonem
Pelesapan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan akhiran -wan pada kata sejarah sehingga menjadi sejarawan di mana fonem /h/ pada kata sejarah itu menjadi hilang. Contoh pemunculan fonem yang lain adalah sebagai berikut.

  • /anak/ + /-nda/ = [ananda] 
  • /ber-/ + /kerja/ = [bəkərja]
9. Peluluhan Fonem
Proses peluluhan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada kata sikat; di mana fonem /s/ pada kata sikat diluluhkan dan disenyawakan dengan bunyi nasal /ny/ dari perfiks tersebut. Contoh proses peluluhan fonem yang lain adalah:

  • /me-/ + /karang/ = [məŋaran]
  • /me-kan/ + /kirim/ = [məŋirimkan]
  • /me-/ + /pilih/ = [məmilih]
  • /me-kan/ + /saksi/ = [mənyaksikan]
  • /me-/ + /tata/ = [mənata]
  • /me-i/ + /telusur/ = [mənəlusuri]
10. Perubahan Fonem
Proses perubahan fonem dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan prefiks ber- pada kata ajar; di mana fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/. contoh lain dalam bahasa Arab, dalam penggabungan artikulus al dengan kata rahman berubah menjadi arrahman di mana fonem /l/ berubah menjadi fonem /r/.

11. Pergeseran Fonem
Proses pergeseran fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain, biasanya ke silabel berikutnya. Peristiwa itu dapat kita lihat dalam proses pengimbuhan sufiks /an/ pada kata jawab di mana fonem /b/ yang semula berada pada silabel /wab/ pindah ke silabel /ban/. Juga dalam proses pengimbuhan sufiks /i/ pada kata lompat di mana fonem /t/ yang semula berada pada silabel /pat/ pindah ke silabel /ti/.
  • ja.wab + -an = ja.wa.ban
  • lom.pat + -i = lom.pa.ti
     



















DAFAT PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti M.K., 2009. KajianBahasa Indonesia I. Jakarta: DepartemenPendidikandanKebudayaan.
Faisal, M., dkk. 2009. KajianBahasa Indonesia SD. Jakarta: DirektoratJendralPendidikanTinggiDepartemenPendidikanNasional.
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diks
http://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/24/struktur-hirarkis-kata-kata-dan-proses-pembentukan-kata-dalam-bahasa/
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Rohmadi dkk. 2009. Morfologi: Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka

Komentar

  1. Maaf sya ingin bertanya.. Ap hubungan morfem dengan tataran linguistik morfologi

    BalasHapus

Posting Komentar